Rabu, 16 Juni 2010

CERPEN ANAK

PEMULUNG KECIL

Bel sekolah berbunyi, tanda pelajaran sudah selesai. Tak lama kemudian, anak-anak berhamburan keluar. Seperti biasa, Doni menunggu jemputan di depan gerbang sekolah. Doni adalah murid kelas V SD. Setiap berangkat dan pulang sekolah, Doni diantar oleh sopir pribadi keluarganya yang bernama Pak Rahmat. Biasanya jam satu siang Pak Rahmat sudah ada di depan gerbang, tapi hari ini beliau belum datang.

Sekolah sudah sepi. Murid-murid sudah pulang semua. Hanya Doni yang masih tertinggal. Doni mulai mengeluh, perutnya keroncongan. “Aduh, lapar sekali. Ke mana sih Pak Rahmat gak datang-datang?”, keluhnya dalam hati.

Kresek……kresek…..

Tiba-tiba Doni mendengar suara aneh. Doni mencari dari mana asal suara itu. Pandangannya tertuju pada tempat sampah sekolah. Di sana ada seorang anak laki-laki kecil seusianya sedang mengais sampah. Anak itu berambut keriting, dengan tahi lalat besar di pipi kirinya. Pakaiannya kotor. Kaos yang dipakainya sudah robek. Ia membawa kantung besar dan memasukkan beberapa botol bekas yang dipungutnya dari dalam tempat sampah. “Tak salah lagi, ia pasti seorang pemulung kecil.” batin Doni.

Tanpa sadar, Doni terus memperhatikan gerak-gerik pemulung kecil itu. Sepertinya ia menemukan sesuatu. Wajahnya tampak gembira setelah membuka bungkusan di tangannya. Ternyata yang ditemukannya adalah sepotong kue. Dengan tangannya yang kotor, ia memakan kue tersebut dengan lahap.“ Huek..!, ” Doni ingin muntah melihatnya.

“Den, ayo kita pulang.”suara Pak Rahmat mengagetkan Doni. Wajah Pak Rahmat tampak pucat dan berkeringat. Doni marah kepada Pak Rahmat karena sudah telat menjemputnya. “Maaf Den, tadi bapak ada keperluan penting. Mendadak sekali karena….,” belum sempat Pak Rahmat melanjutkan penjelasannya, Doni memotong perkataan Pak Rahmat. “Sudah-sudah, perut Doni sudah keroncongan. Ayo cepat pulang !” kata Doni dengan nada tinggi.

“Sekali lagi bapak minta maaf Den…,” pinta Pak Rahmat memelas. Namun Doni hanya diam di dalam mobil. Akhirnya mereka pulang tanpa berbicara satu sama lain.

Keesokan harinya, Pak Rahmat tidak datang. “Doni berangkat ke sekolah bareng Papa ya? Nanti pulangnya Doni dijemput sama tukang ojek.” kata Papa Doni saat sarapan pagi. Doni mengerutkan dahinya. “Memangnya Pak Rahmat ke mana Pa?”, Tanya Doni penasaran. “Pak Rahmat pulang ke Sukabumi karena anaknya hilang. Sudah beberapa hari ini anaknya tidak pulang ke rumah.”

Doni terkejut mendengarnya. Pasti Pak Rahmat sangat sedih karenanya. Doni merasa bersalah karena kamaren ia sudah bersikap buruk terhadap Pak Rahmat. Doni menyesal karena tidak mau mendengarkan penjelasan Pak Rahmat saat terlambat menjemputnya. Akhirnya Doni berangkat ke sekolah diantar Papanya.

Saat istirahat sekolah, Doni melihat seorang anak laki-laki di luar gerbang. Bajunya kotor dan robek-robek. Setelah melihat lebih dekat ternyata anak itu adalah pemulung kecil yang dilihatnya kemaren. Pemulung kecil itu mengamati suasana sekolah yang ramai. Banyak anak-anak berlarian di halaman dan bermain bersama. Doni kasihan melihatnya. Doni memperhatikan baik-baik wajah pemulung itu, Doni merasa pemulung itu mirip dengan wajah seseorang.

Tiba-tiba seorang laki-laki tinggi besar datang dan menarik pemulung kecil dengan kasar. Kelihatannya ia marah pada pemulung kecil itu. Akhirnya mereka pergi entah ke mana.

Teng….teng…teng !

Bel sekolah berbunyi, tanda waktu istirahat sudah selesai. Doni pun masuk ke dalam kelas.

Sore harinya, Pak Rahmat datang ke rumah Doni. Bersama Papa dan Mama Doni, Pak Rahmat membicarakan tentang anaknya yang hilang. Diam - diam Doni mendengar pembicaraan mereka dari balik pintu. Ternyata anak Pak Rahmat belum ketemu. Menurut informasi terakhir yang didengar, anak Pak Rahmat pergi ke Jakarta karena ingin bertemu ayahnya. Pak Rahmat hampir menangis saat menceritakan kabar itu. Papa dan Mama Doni berusaha menenangkan Pak Rahmat. Kemudian Pak Rahmat menceritakan ciri-ciri anaknya. “Anak laki-laki saya yang hilang bernama Aliv, rambutnya keriting dan ada tahi lalat besar di pipi kirinya”, kata Pak Rahmat menjelaskan.

Doni teringat dengan pemulung kecil. Ciri-cirinya mirip sekali dengan anak Pak Rahmat. Doni baru menyadari kalau wajah pemulung kecil mirip dengan wajah Pak Rahmat. Namun Doni tidak menceritakan kepada mereka karena ia belum yakin.

Keesokan harinya, Doni mencari-cari pemulung kecil di kekitar sekolah. Namun Doni tak menemukannya.

Sudah beberapa hari Doni tak pernah melihat pemulung kecil. Sampai pada suatu hari, Doni melihat pemulung kecil di jalanan dekat sekolah. Doni menuju ke gerbang sekolah. Doni memanggil pemulung kecil. “Aliv !” teriak Doni. Namun suara Doni tidak terlalu terdengar karena halaman sekolah sedang ramai oleh anak-anak yang sedang bermain. Doni berusaha memanggil - manggil pemulung kecil itu beberapa kali. Doni mengeraskan suaranya. Akhirnya pemulung kecil itu menoleh ke arahnya. Doni gembira karena dugaannya benar. Pemulung kecil itu bernama Aliv. “Sini Aliv !” pinta Doni. Pemulung kecil tampak kebingungan. Ia berjalan menuju ke arah Doni. Baru beberapa langkah, tiba-tiba seorang laki-laki tinggi besar yang pernah dilihat Doni sebelumnya memanggil Aliv kemudian menjewer telinganya. Pemulung kecil mencoba untuk berlari menjauh dari laki-laki itu. Namun, laki-laki itu dengan cepat menangkapnya, kemudian mereka pergi.

Doni bingung harus bagaimana. Ia merasa dugaannya benar bahwa pemulung itu adalah Aliv anak Pak Rahmat yang hilang. Saat itu suasana sekolah masih ramai. Akhirnya Doni memutuskan untuk mengikuti mereka. Diam-diam Doni membuka pintu gerbang yang kebetulan tidak digembok. Doni berlari mengejar pemulung kecil dan laki-laki tadi.

Mereka berjalan sangat jauh hingga Doni kecapean. Keringat Doni membasahi baju sekolah yang dipakainya, namun Doni tak menyerah. Doni terus mengikuti mereka. Akhirnya Mereka berhenti di sebuah bangunan kumuh. Kemudian mereka masuk ke dalamnya.

Hari sudah mulai sore, Doni kembali ke sekolah dengan keadaan lemas. Doni hampir tersesat karena lupa jalan menuju sekolah. Perut Doni terasa lapar. Untung saja Doni membawa uang jajan, jadi ia bisa membeli makanan di pinggir jalan.

Hari sudah sangat sore ketika Doni sampai di sekolah. “Doni sudah ketemu !” teriak satpam sekolah. Tampak beberapa orang keluar dari sebuah ruang kelas dan segera menuju ke arah Doni. Ternyata mereka adalah Papa, Mama, dan beberapa guru Doni. Papa dan Mama langsung memeluk Doni. “Ke mana saja kamu nak, Mama khawatir sekali.” kata Mama Doni. Akhirnya Doni meminta maaf dan menjelaskan apa sebenarnya yang telah terjadi. Pak Rahmat segera dikabari, kemudian mereka menuju ke bangunan kumuh tadi. Beberapa polisi juga ikut serta.

Sesampainya di sana, polisi menggeledah bangunan tersebut dan menemukan beberapa anak kecil dan laki-laki tinggi besar. Ternyata anak-anak kecil di sana hanya dimanfaatkan untuk mencari uang oleh laki-laki tadi. Laki-laki itu akhirnya ditangkap dan anak-anak kecil diamankan.

Akhirnya Pak Rahmat menemukan anaknya. Mereka saling berpelukan. Aliv menangis sejadi-jadinya. Ia meminta maaf karena nekat pergi ke Jakarta sendiri untuk bertemu dengan ayahnya. “Aliv sangat menyesal Ayah.” kata Aliv sambil menangis tersedu-sedu.

“Ayah juga minta maaf nak karena selalu menunda untuk mengajakmu ke Jakarta. ” balas Pak Rahmat.

“Doni juga minta maaf ya pak karena sudah bersikap buruk kepada Pak Rahmat ? Doni berjanji tak akan mengulanginya lagi.” kata Doni menyela pembicaraan mereka.

“Tidak apa-apa den, sudah bapak maafkan. Bapak juga salah karena terlambat menjemput. Bapak berterima kasih sekali karena den Doni telah membantu bapak menemukan anak bapak. Den Doni adalah pahlawan bapak”, kata Pak Rahmat sambil menepuk pundak Doni. Doni pun tersenyum bangga.